Ketika Penulis Berstatus Galau
Assalamu'alaikum Tamta/ Tamtor dan rekan-rekan TRE yang berbahagia...
Catatan kali ini didasari dengan penemuan status rekan (adik) Bang TRE, seperti ini statusnya:
(ke mana diriku kan melangkah?
#berdiri di persimpangan... cerpenis atau penyair?
#harus fokus)
Status yang berindikasi kegalauan ini serta-merta membuat kita menjadi lebih peka terhadap lingkungan sekitar. Human instability yang sudah seharusnya direnungkan dalam-dalam dan ditemukan jalan keluarnya. Sekilas status ini biasa saja, akan tetapi jika kita analisis, maka ada 2 pertanyaan yang membutuhkan jawaban dan 1 pernyataan sikap yang teguh.
Tamta/ Tamtor: "Maaf nih Bang TRE, kok aku belum paham ya. Sekiranya mau dibawa ke arah mana topik kali ini?"
"Subhanallah, pertanyaan yang bagus untuk mengawali topik kita kali ini. Tapi katanya si Topik sudah terhanyut mimpi, dengar saja dengkurnya yang bak genderang perang. Hehehehe, bercanda...
Bismillah, begini saudaraku. Galau adalah suatu keadaan dimana seseorang cenderung ragu di antara alternatif-alternatif pilihan, lalu goyah saat melakukan/ menentukan suatu pilihan, saat itulah seseoang dapat dikatakan galau. Fluktuasi seperti demikian sering terjadi karena kekacauan, kekaburan atau keraguan pada sesuatu yang dapat dipercaya."
Tamta/ Tamtor: "Bang TRE sekali lagi maaf nih dipotong dulu."
"Ya tak apa-apa, tapi memotongnya harus rapih ya."
Tamta/ Tamtor: "Iya deh Bang TRE. Aku mau tanya nih, fluktuasi itu apa ya?"
"Subhanallah, lagi-lagi pertanyaan yang luar biasa. Sedikit penjelasan, bahwa fluktuasi adalah lonjakan atau ketidaktetapan segala sesuatu yang bisa digambarkan dalam sebuah grafik atau rerata.
Baik, mari kita lanjutkan lagi. Nah, jika kita kekurangan akan rasa percaya diri maka kita akan terus-menerus mempertimbangkan seputar situasi. Kita akan ragu pula mengenai hasil atau akibat, maka dengan demikian hal itu sering kali membuat kita tidak bertindak atau berbuat (stagnan)....
Dari pertanyaan pertama (ke mana diriku kan melangkah?), "ke mana" menuju pada sesuatu yang disebut dengan "tempat", sedangkan "melangkah" adalah aktivitas yang secara denotasi adalah berjalan dengan organ tubuh (kaki).
Jika pertanyaan pertama berkolerasi dengan pertanyaan kedua (cerpenis atau penyair?), maka "penujuan tempat dengan berjalan kaki" itu adalah sesuatu hal terkait kepenulisan. Di sanalah terjadinya pergulatan rasa dan pikir terhadap dunia "apa-jika" --> "jika-maka". Pembuat status secara tidak langsung memilih untuk galau, memusatkan pikiran kepada akibat yang mungkin terjadi dari keputusannya kelak, bukan pada hasilnya."
Tamta/ Tamtor: "Kalau begitu apa Bang TRE bisa menjawab pertanyaan dari pembuat status itu?"
"Kali ini pertanyaan yang diajukan luar biasa, tidak seperti yang lalu-lalu. Sebenarnya Bang TRE di sini bukan untuk memberikan jawaban, akan tetapi lebih kepada mencoba memahami perasaannya dan menemukan bagaimana status itu bisa diketik. Mari kita lanjutkan...
Salah satu sebab dari kegalauan yang utama adalah ketidakmampuan manusia untuk membedakan dengan mudah tanda-tanda atau isyarat-isyarat yang sebenarnya sudah ada di sekitarnya. Dengan demikian membuat kita tidak begitu jelas mengetahui respons yang seharusnya akan terjadi. Kita mungkin akan menemukan diri kita sendiri dalam suatu situasi dimana kita tidak mampu untuk menemukan atau mengerti apa "aturan-aturan yang berlaku (konsekuensi)" sesudah selang waktu dari upaya COBA dan SALAH (Trial & Error)."
Tamta/ Tamtor: "Lalu bagaimana solusi dari pertanyaan pertama Bang TRE."
"Tidak ada solusi yang tepat untuk hal ini, solusi yang tepat jikamana kita bisa mengetahui terlebih dulu potensi dan memaksimalkannya menjadi suatu hasil dengan terus belajar dan berlatih. "Ke mana?" Yang pada intinya pastilah ke suatu fase perubahan lebih baik lagi dengan "melangkah" secara step by step. Pernah dengar istilah; semua indah pada waktunya?"
Tamta/ Tamtor: Mengangguk pelan.
"Kalau begitu, mungkin istilah itu bisa menjadi kunci dari jawaban kedua. Baik penulis ataupun bukan, yang jelas menulis pasti dilakukan oleh setiap manusia. Akan tetapi yang dikatakan sebagai profesionalisme adalah penulis yang menulis dengan maksud dan tujuan yang jelas untuk dibaca/ dinikmati oleh pembaca, menulis dengan bersubstansi dan sarat makna, penulis yang mengutamakan hasil karya adalah suatu pencitraan dirinya.
Tamta/ Tamtor: "Lalu yang tidak profesional itu seperti apa ya Bang TRE?"
"Wah, pertanyaan yang luar biasa nih... Punya keponakan yang masih unyu-unyu? Jika tidak punya, pinjam anak tetangga (tapi jangan lupa dikembalikan ya)... *^_^*
Nah kalau sudah punya keponakan yang masih balita, dicubit-cubit pipinya yang tembem... hihihi... *^_^*
maksudnya bimbing, ajari, lalu intruksikan si balita untuk menuliskan namanya sendiri."
Tamta/ Tamtor: "Setelah itu bagaimana Bang TRE?"
"Setelah itu katakan bahwa dia anak yang pintar... hehehe..."
Tamta/ Tamtor: "Ah, Bang TRE ini bercanda mulu."
"Iya deh maaf, habisnya serius mulu juga. Baik kita lanjutkan saja.
Kegalauan seperti yang disebutkan di atas, akan timbul jika kita menghadapi suatu pergulatan pilihan:
1. Pendekatan - Penghindaran (Yang mana kita menginginkan keduanya, tapi hanya dapat memperoleh satu),
2. Penghindaran - Pendekatan (Yang mana kita menginginkan sesuatu, tapi tidak menginginkan sesuatu yang melekat pada sesuatu itu),
3. Penghindaran - Penghindaran (Satu pun tidak kita inginkan, tapi kita mesti memperoleh salah satunya/ dilema).
Jadi baik mau jadi penyair, cerpenis, novelis, atau seorang yang romantis seperti Bang TRE (hehehe, yang terakhir lewatkan saja) kesemuanya itu adalah profesionalisme dari seorang penulis. Maka untuk hal ini kita bicara tentang jenis tulisan yang kita geluti."
Tamta/ Tamtor: "Lalu baiknya jadi apa Bang TRE?"
"Wah stok pertanyaannya masih ada rupanya... *^_^*
Alangkah lebih baiknya jika kita menjadi seseorang yang lebih mengenal diri kita sendiri terlebih dulu. Dalam kasus ini antara "cerpenis dan penyair". Kita posisikan diri kita sebagai penulis pembelajar, yakni penulis yang mencoba menciptakan segala macam jenis tulisan. Setelah kita ciptakan, kita sharing kepada penulis lain yang spesialis untuk menilai hasil karya kita. Contohnya kita membuat cerpen, lalu setelah jadi dengan proses revisi berulang-ulang, kita minta masukan, kritik, saran dari penulis cerpen yang memiliki "brandmark". Bagi kita yang ingin terus belajar dan berlatih, setelah mendapatkan segala masukan, kritik, saran atau hal-hal dari hasil sharing, kita lakukan lagi tahap perevisian naskah. Setelah dikatakan cerpen kita sukses maka kita buat puisi dan melakukan hal yang sama."
Tamta/ Tamtor: "Apa itu nantinya jadi tidak konsisten."
"Tidak ada batas konsisten untuk seorang penulis dalam memilih jenis tulisan yang diinginkan. Apapun jenis tulisannya yang ingin kita buat, maka tulislah...!!! Tak perlu ragu dan merasa minder akan hasil karya kita. Jangan pernah down jika karya kita dikritisi, anggaplah hal itu untuk memotivasi, menguatkan dan menjadi pecut dalam pengembangan karya kita selanjutnya. Karena yang perlu kita garisbawahi adalah, setiap pembaca itu memiliki selera bacaannya masing-masing."
Tamta/ Tamtor: "Wah terimakasih nih Bang TRE, boleh mengajukan pertanyaan yang terakhir?"
"Kembali kasih, Bang TRE juga masih belajar, jadi ambil yang baiknya dan mohon perbaiki yang buruknya ya...
Silakan ajukan saja, insyaAllah pertanyaan yang terakhir ini bisa Bang TRE jawab."
Tamta/ Tamtor: "Kalau selera wanita idaman Bang TRE yang seperti apa nih? Harus dijawab ya Bang."
"Maaf Bang TRE sudah ngantuk, Bang TRE tidur duluan ya... Zzzz... *=,=..."
Tamta/ Tamtor: "Bang TRE jangan tidur dulu, jawab dulu dong Bang....!!!"
"Zzzz...."
Salam SGB dan tengat berkarya
Tamasya Musafir Kata, 1 Maret 2012
Jam 04:12 WIB
***