Sajak Sepi
jemari menari riang menari, bersenandung tiada henti
lagumu tercatat, kekal tiada tersekat-sekat
linu lidah tergigit, ribuan kata menghimpit
hujan kauundang kabut, hati siapa terenggut
di ujung lorong berubah jingga, kian terjaga
rinduku muncul kembali ke permukaan
merona tawa-tawa riang tumpas tangisan
rapuh… terpejam mata sesaat saja
resapi semua cipta karsa mengeja
dudukku seorang diri di akrabnya sajadah
cermati lekuk sekujur kata dengan tilawah
aku berperang perasa, kekasih tak jua datang
aku patah arang, semangatku mengerang
bagai kabut hilang gerak dalam ruang
rapuh… sendiri bermanja sepi berkawan bayang
lantas siapa yang pantas aku undang
kini hati kian tak tenang
Tubagus Rangga Efarasti - Serang, 11 Maret 2011
@rangga_efarasti
*) Puisi ini dimuat di Harian Umum “Radar Banten” (Edisi Minggu, 11 September 2011).
lagumu tercatat, kekal tiada tersekat-sekat
linu lidah tergigit, ribuan kata menghimpit
hujan kauundang kabut, hati siapa terenggut
di ujung lorong berubah jingga, kian terjaga
rinduku muncul kembali ke permukaan
merona tawa-tawa riang tumpas tangisan
rapuh… terpejam mata sesaat saja
resapi semua cipta karsa mengeja
dudukku seorang diri di akrabnya sajadah
cermati lekuk sekujur kata dengan tilawah
aku berperang perasa, kekasih tak jua datang
aku patah arang, semangatku mengerang
bagai kabut hilang gerak dalam ruang
rapuh… sendiri bermanja sepi berkawan bayang
lantas siapa yang pantas aku undang
kini hati kian tak tenang
Tubagus Rangga Efarasti - Serang, 11 Maret 2011
@rangga_efarasti
*) Puisi ini dimuat di Harian Umum “Radar Banten” (Edisi Minggu, 11 September 2011).